Ini Makna di Balik Logo Brand dan Pengaruhnya pada Citra Bisnis
Ketika berbicara tentang logo brand dan pengaruhnya, kebanyakan orang menganggapnya sebagai elemen paling penting dari identitas sebuah merek. Namun, desainer grafis terkenal seperti Michael Bierut justru punya pandangan berbeda.
Ia berpendapat bahwa logo sering kali terlalu dilebih-lebihkan. Menurutnya, logo hanyalah salah satu bagian kecil dari keseluruhan citra merek yang lebih luas, dan nilainya tidak selalu terlihat pada awalnya.
Lalu, apa sebenarnya makna di balik sebuah logo? Secara sederhana, logo adalah wajah dari sebuah perusahaan simbol yang merepresentasikan identitas, nilai, dan kesan pertama dari sebuah merek.
Namun, seperti wajah manusia, tidak semua logo diterima dengan cara yang sama. Ada yang dicintai dan menjadi ikon, tapi ada pula yang dibenci, bahkan menjadi simbol kebencian.
Logo juga harus fleksibel secara visual mampu tampil menarik baik pada ukuran sangat kecil seperti ikon di layar ponsel, maupun pada ukuran besar seperti papan reklame atau gedung. Kemudian, secara umum ada tiga jenis utama logo yang dikenal luas.
Jenis logo pertama adalah wordmark, yang paling sederhana dan paling sering kita temui. Wordmark menggunakan tulisan atau nama perusahaan itu sendiri sebagai bentuk utama logonya.
Contoh modern dari wordmark adalah Google, dengan tipografi bersih dan modern yang mencerminkan kesederhanaan. Sementara itu, logo Coca-Cola menunjukkan sisi klasik dan emosional yang mengakar pada sejarah panjang dan warisan budaya merek tersebut.

Meskipun sama-sama berbasis tulisan, keduanya membawa nuansa dan karakter yang berbeda melalui gaya tipografi dan warna yang digunakan.
Jenis kedua adalah pictorial logo, atau logo bergambar. Jenis ini menggunakan gambar atau ikon yang mewakili merek secara visual. Logo seperti Target secara langsung menggambarkan nama perusahaannya melalui simbol lingkaran merah yang menyerupai target panah.

Sementara itu, logo Lacoste buaya hijau kecil mungkin tidak langsung menjelaskan nama merek, tetapi telah menjadi ikon yang kuat dan mudah dikenali. Jenis logo ini sering kali berfungsi seperti teka-teki visual atau “rebus”, di mana gambar membantu mengingatkan orang pada nama atau identitas merek.
Jenis ketiga adalah logo abstrak, yang sering dianggap sebagai puncak kreativitas dalam desain logo. Contohnya yang paling terkenal adalah Nike Swoosh. Banyak orang berpikir simbol centang tersebut sudah ikonik sejak awal dibuat, padahal kenyataannya tidak.
Desain itu dibuat oleh seorang mahasiswa desain bernama Carolyn Davidson yang saat itu hanya menerima bayaran kecil.

Pendiri Nike bahkan awalnya tidak begitu menyukai desain tersebut, tetapi memutuskan untuk menggunakannya juga. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum logo itu benar-benar bermakna.
Melalui strategi pemasaran yang brilian dan produk berkualitas, Nike berhasil mengubah tanda sederhana itu menjadi simbol global untuk semangat, kecepatan, dan pencapaian. Seiring waktu, makna “Swoosh” terbentuk bukan karena bentuknya, tetapi karena cerita dan nilai yang tertanam di dalamnya.
Selain tiga jenis klasik tersebut, kini muncul konsep baru yang disebut Logo System. Berbeda dengan logo tradisional yang statis, sistem logo memungkinkan variasi tanpa batas sambil tetap mempertahankan elemen inti yang dikenali.
Contoh paling awal dan populer adalah MTV, dengan logo huruf M dan TV yang selalu berubah warna, pola, dan gaya, namun tetap mudah dikenali.
Contoh modern lainnya adalah Google Doodles, di mana logo Google sering diubah untuk merayakan tokoh, peristiwa, atau isu tertentu, tetapi tetap mempertahankan identitas dasarnya.

Perubahan ini didorong oleh kemajuan teknologi. Di era digital, logo tidak lagi hanya terpampang di gedung atau kartu nama. Logo kini muncul di tanda tangan email, avatar media sosial, hingga favicon di peramban. Karena itu, desain logo harus lebih dinamis dan adaptif terhadap berbagai platform.
Esensi dari sebuah logo bukanlah pada bentuk atau warnanya, melainkan makna yang ditanamkan ke dalamnya. Logo diibaratkan hanyalah wadah kosong dan perusahaanlah yang mengisi wadah itu dengan nilai, cerita, dan emosi.
Itulah sebabnya, perdebatan tentang desain logo baru sering kali tidak terlalu relevan. Orang sering menilai logo seperti menilai lomba loncat indah.
Padahal, dalam dunia bisnis lebih mirip lomba renang, yang penting bukan seberapa besar percikan yang dibuat di awal, tetapi seberapa lama logo tersebut bisa bertahan dan tetap relevan.
Kisah Nike menjadi bukti nyata. Dua belas tahun setelah logo itu dibuat, Nike kembali menemui Carolyn Davidson dan memberinya cincin dengan simbol Swoosh serta sejumlah saham Nike sebagai bentuk penghargaan.
Saat logo itu dirancang pada tahun 1973, saham Nike hanya bernilai $35 dan kini menjadi simbol global yang tak ternilai. Pada akhirnya, logo bukanlah sekadar gambar. Ia adalah cermin dari perjalanan panjang, makna, dan kepercayaan yang tumbuh di benak orang-orang yang melihatnya.
Itulah artikel Logo Brand dan Pengaruhnya yang dapat Mangcoding sharing. Mudah-mudahan artikel ini bisa bermanfaat dan dapat memberikan pengetahuan baru untuk Anda. Jika ada kritik serta saran yang dapat membangun, silahkan komentar atau kirim melalui Email dan Media sosial Mangcoding.